Rabu, 23 April 2014

UNDANG-UNDANG TENTANG PRAKTIK KEBIDANAN



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

1) Praktik Kebidanan adalah penerapan ilmu kebidanan kepada klien dan atau pasien atau klien dan atau pasien melalui pendekatan kebidanan.

2) Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan yang terakreditasi di dalam dan di luar negeri dan memiliki kompetensi, memenuhi kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan

3) Konsil Kebidanan Indonesia adalah suatu lembaga non struktural, otonom dan mandiri.

4) Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi seorang Bidan untuk menjalankan praktik kebidanan di seluruh Indonesia, setelah lulus uji kompetensi yang dilaksanakan oleh kolegium.

5) Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap Bidan yang telah memiliki sertifikat kompetensi.

6) Registrasi ulang adalah pencatatan ulang terhadap Bidan yang telah diregistrasi, setelah memenuhi persyaratan yang berlaku.

7) Surat Izin Praktik Bidan (SIPB) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Dinas Kesehatan setempat kepada Bidan untuk menjalankan praktik mandiri.

8) Surat Tanda Registrasi Bidan (STRB) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Kebidanan Indonesia kepada Bidan yang telah diregistrasi dan memiliki kompetensi melaksanakan praktik kebidanan.

9) Sarana praktik kebidanan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan praktik kebidanan seperti rumah sakit, rumah sakit bersalin, rumah bersalin, praktik perorangan atau berkelompok (BPS), puskesmas, klinik, polindes, dan sarana pelayanan kesehatan lainnya.

10) Penerima jasa pelayanan kebidanan (klien dan atau pasien) adalah seseorang yang melakukan konsultasi kesehatan reproduksi untuk memperoleh pelayanan yang diperlukan.

11) Profesi Kebidanan adalah pekerjaan kebidanan yang dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan dan kompetensi yang didapat melalui pendidikan berjenjang, berlanjut, dan mempunyai kode etik yang berfokus pada klien dan atau pasien.

12) Organisasi Profesi Kebidanan adalah Ikatan Bidan Indonesia

13) Kolegium Kebidanan Indonesia adalah badan yang dibentuk oleh organisasi profesi yang bertugas mengampu disiplin ilmu kebidanan

14) Majelis Disiplin Kebidanan (MDK) adalah lembaga yang berwenang untuk menentukan ada tidaknya kelalaian dan atau pelanggaran terhadap tugas yang dilakukan dan menetapkan sanksi

15) Ijazah Bidan adalah tanda pengakuan terhadap prestasi belajar dan atau penyelesaian jenjang pendidikan yang diberikan kepada peserta didik setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh institusi pendidikan kebidanan yang terakreditasi.

16) Standar praktik kebidanan adalah persyaratan minimal yang ditetapkan atas kualitas pelayanan dan digunakan sebagai landasan dalam mengevaluasi asuhan yang diberikan.

17) Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Penyelenggaraan praktik kebidanan dilaksanakan berasaskan Pancasila yang didasarkan pada nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, dan perlindungan serta keselamatan klien dan atau pasien berlandaskan etika profesi dan kode etik Bidan.

Pasal 3

Pengaturan Praktik Kebidanan bertujuan :
1) Memberikan perlindungan kepada klien dan atau pasien.
2) Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kebidanan.
3) Memberikan kepastian hukum kepada penerima dan pemberi jasa pelayanan kebidanan.

BAB III
KONSIL KEBIDANAN INDONESIA

Bagian Kesatu
Nama dan Kedudukan

Pasal 4

(1) Untuk melindungi klien dan atau pasien dan Bidan dalam rangka melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan kebidanan dan mempertahankan / meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dibentuk Konsil Kebidanan Indonesia.

(2) Konsil Kebidanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bertanggungjawab kepada Presiden sebagai Kepala Negara.

Pasal 5

Konsil Kebidanan Indonesia berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia dan mempunyai perwakilan di tingkat provinsi.

Bagian Kedua
Fungsi, Tugas dan Wewenang

Pasal 6

Konsil Kebidanan berfungsi: mengatur, mengesahkan, menetapkan, serta membina tenaga Bidan yang menjalankan praktik kebidanan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kebidanan.

Pasal 7

(1) Konsil Kebidanan mempunyai tugas:
a. Melakukan registrasi Bidan
b. Mensahkan standar pendidikan Bidan;
c. Melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik kebidanan yang dilaksanakan bersama lembaga terkait sesuai dengan fungsi masing-masing.

(2) Standar pendidikan Bidan yang di sahkan Konsil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan bersama oleh Konsil Kebidanan Indonesia dengan kolegium kebidanan, asosiasi institusi pendidikan kebidanan, dan asosiasi institusi pelayanan kebidanan.

Pasal 8

(1) Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada pasal 7, Konsil Kebidanan mempunyai wewenang:
a. menyetujui dan menolak permohonan registrasi Bidan;
b. menerbitkan dan mencabut sertifikat registrasi Bidan;
c. Mensahkan kompetensi Bidan
d. Melakukan pengujian terhadap persyaratan registrasi Bidan
e. Menetapkan keilmuan kebidanan
f. melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan kode etik profesi
g. melakukan pencatatan kelalaian dan atau pelanggaran yang dilakukan oleh Bidan yang dikenakan sanksi.

(2) Tugas yang berkaitan dengan registrasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b menjadi wewenang Komite Registrasi.

Pasal 9

Ketentuan lebih lanjut mengenai fungsi, tugas dan wewenang Konsil Kebidanan Indonesia diatur dengan Peraturan Konsil Kebidanan Indonesia.

Bagian Ketiga
Susunan Organisasi dan Keanggotaan

Pasal 10

1) Susunan Organisasi Konsil Kebidanan Indonesia terdiri dari :
a. Ketua
b. Wakil Ketua
c. Sekretaris
d. Komite Registrasi
e. Komite Akreditasi Pelayanan dan Pendidikan
f. Komite Penapisan Ilmu dan Tehnologi.

2) Komite sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, huruf e, huruf f, masing-masing dipimpin oleh 1 (satu) orang Ketua Komite.

3) Untuk melaksanakan tugas harian Ketua Konsil mengangkat 1 (satu) orang Sekretaris.

4) Sekretaris sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dijabat oleh Ketua Komite Registrasi.

5) Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan Ketua masing-masing Komite merupakan unsur pimpinan Konsil Kebidanan Indonesia.


Pasal 11

(1) Anggota Konsil Kebidanan Indonesia dari unsur Bidan dipilih oleh organisasi profesi.

(2) Anggota Konsil Kebidanan Indonesia untuk pertama kalinya diusulkan oleh organisasi profesi melalui Menteri dan diangkat oleh Presiden sebagai Kepala Negara.

(3) Unsur pimpinan konsil kebidanan Indonesia adalah Bidan yang dipilih oleh anggota konsil dengan suara terbanyak yang dihadiri oleh paling sedikit 2/3 jumlah anggota pada rapat pleno I,

(4) Masa jabatan unsur pimpinan dan anggota konsil kebidanan Indonesia selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

(5) Personalia Konsil Kebidanan sebelum memangku jabatan terlebih dahulu harus mengangkat sumpah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.

Pasal 12.

Anggota Konsil Kebidanan Indonesia berjumlah 17 (tujuh belas) orang yang mewakili:
a. Departemen kesehatan sebanyak 2 (dua) orang
b. Departemen Pendidikan Nasional 2 (dua) orang;
c. Bidan sebanyak 9 (sembilan) orang
Terdiri dari
- Organisasi profesi 3 orang
- Asosiasi institusi pendidikan kebidanan 2 orang
- Asosiasi pelayanan kebidanan 2 orang
- Kolegium kebidanan 2 orang
d. Organisasi Profesi terkait sebanyak 2 (dua) orang; terdiri atas POGI dan IDAI
e. Tokoh masyarakat 2 (dua) orang.

Pasal 13

Persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi anggota Konsil Kebidanan Indonesia dari unsur Bidan :
a. Warga Negara Republik Indonesia;
b. Sehat rohani dan jasmani;
c. Berkelakuan baik;
d. Berusia sekurang-kurangnya 40 tahun dan setingg-tingginya 65 tahun;
e. Memiliki pengalaman praktik klinik kebidanan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun dan memiliki Registrasi Bidan

Pasal 14

(1) Keanggotaan Konsil Kebidanan Indonesia berhenti karena:
a. Berakhir masa jabatan sebagai anggota.
b. Meninggal dunia.
c. Mengundurkan diri atas permintaan sendiri.
d. Bertempat tinggal diluar wilayah negara Republik Indonesia.
e. Gangguan kesehatan yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan tugas sebagai anggota konsil.
f. Tidak mampu lagi melakukan tugas secara terus menerus selama 3 (tiga) bulan
g. Dipidana berdasarkan keputusan pengadilan.

2) Keanggotaan Konsil Kebidanan Indonesia diberhentikan sementara karena menjadi tersangka tindak pidana sebelum diputuskan pengadilan.

(3) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Ketua Konsil Kebidanan Indonesia.

(4) Pengusulan pemberhentian sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) diajukan oleh konsil melalui Menteri kepada Presiden

Pasal 15

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja konsil kebidanan Indonesial diatur dalam peraturan konsil kebidanan Indonesia

Bagian Keempat
Tata Kerja

Pasal 16

(1) Setiap keputusan Konsil Kebidanan Indonesia yang bersifat mengatur diputuskan oleh rapat pleno anggota.

(2) Rapat pleno Konsil Kebidanan Indonesia dianggap sah jika dihadiri oleh paling sedikit 2/3 anggota.

(3) Keputusan diambil dengan cara musyawarah untuk mufakat.

(4) Dalam hal tidak terdapat kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat 3, maka dapat dilakukan dengan pemungutan suara.

Pasal 17

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Konsil Kebidanan Indonesia diatur dengan Peraturan Konsil Kebidanan Indonesia.


Bagian Kelima
Pembiayaan

Pasal 18

Biaya yang diperlukan dalam penyelenggaraan Konsil Kebidanan Indonesia dibebankan pada:
(1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
(2) Biaya registrasi dan registrasi ulang;
(3) Sumber pendapatan lain yang sah dan tidak mengikat.


BAB IV
REGISTRASI BIDAN

Bagian Pertama
REGISTRASI DAN TATA CARA

Pasal 19

(1) Semua Bidan yang akan melakukan praktik di Indonesia wajib memiliki STRB

(2) STRB sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikeluarkan oleh Komite Konsil Kebidanan Indonesia.

(3) Untuk memperoleh STRB harus memenuhi persyaratan :
a. Salinan/fotokopi ijasah yang telah disahkan oleh instansi pendidikan Bidan yang terakreditasi;
b. Surat pernyataan telah mengucapkan sumpah atau janji Bidan;
c. Transkrip nilai ijazah (bagi yang baru lulus);
d. Surat keterangan sehat dari dokter pemerintah yang ditunjuk resmi;
e. Pas foto ukuran 3 x 4 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
f. Sertifikat kompetensi;
g. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan kode etik profesi;

(4) STRB berlaku selama 5 (lima) tahun dan di regristrasi ulang setiap 5 (lima) tahun sekali dengan tetap memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat 3

(5) Komite Registrasi kebidanan wajib memelihara data registrasi Bidan.

Pasal 20

1) Bidan Warga Negara Indonesia lulusan luar negeri yang akan berpraktek kebidanan di Indonesia harus dilakukan penilaian dan adaptasi.oleh kolegium

2) Penilaian yang dimaksud dalam ayat 1 adalah :
a. Keabsahan ijazah.
b. Kemampuan untuk melakukan praktik kebidanan yang dinyatakan dengan surat keterangan telah mengikuti program adaptasi dan sertifikat kompetensi.
c. Surat pernyataan telah mengangkat sumpah Bidan.
d. Surat keterangan sehat fisik dan mental.
e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi dan kode etik Bidan.

Pasal 21

1) Bidan Warga Negara Asing, lulusan luar negeri wajib mendaftarkan diri pada Konsil Kebidanan Indonesia untuk mengikuti program adaptasi dan uji kemampuannya berdasarkan standar praktik yang berlaku sebelum melakukan praktik kebidanan di Indonesia

2) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1) dilakukan pada sarana pendidikan milik pemerintah sesuai dengan jenjang pendidikan.

3) Pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mencakup keabsahan dari negara asal, kompetensi professional, kelaikan fisik dan mental, perilaku dan etika, serta pengetahuan

4) Bidan Warga Negara Asing yang dipekerjakan oleh suatu instansi di Indonesia, berada di bawah tanggungjawab instansi yang bersangkutan.

5) Kepada Bidan seperti dimaksud dalam ayat 3) diberikan STRB sementara.

6) STRB sementara seperti dimaksud dalam ayat 4) berlaku 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang setelah mendapat persetujuan dari Komite Registrasi.

Pasal 22

STRB tidak berlaku lagi karena :
1) Dicabut atas dasar ketentuan undang-undang.
2) Habis masa berlakunya dan tidak mengajukan registrasi ulang 1 bulan setelah habis masa berlakunya.
3) Atas permintaan sendiri.
4) Yang bersangkutan meninggal dunia.
5) Berdasarkan rekomendasi Komite Registrasi.

Pasal 23

Ketentuan lebih lanjut tentang tatacara registrasi, registrasi ulang dan registrasi sementara ditetapkan oleh konsil kebidanan.


Bagian Kedua
WEWENANG BIDAN YANG MEMILIKI STRB

Paragraf 1
UMUM

Pasal 24

Bidan yang telah memiliki STRB mempunyai wewenang formal sesuai dengan kompetensi Bidan Indonesia, meliputi;
1) Pelayanan Kesehatan Perempuan dan Reproduksi
2) Pelayanan Keluarga Berencana
3) Pelayanan Kesehatan Bayi dan anak Balita
4) Pelayanan Kesehatan Masyarakat.

Pasal 25

1) Bidan dalam menjalankan praktik sesuai dengan kewenangan dan kompetensi yang dimiliki berdasarkan standar profesi.

2) Di samping ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1) Bidan dalam melaksanakan praktik sesuai dengan kewenangannya harus:
a. merujuk kasus yang tidak dapat ditangani;
b. menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. meminta persetujuan klien dan atau pasien atas tindakan yang akan dilakukan setelah diberi penjelasan;
d. melakukan pencatatan asuhan kebidanan.

Paragraf 2
PELAYANAN KESEHATAN PEREMPUAN DAN REPRODUKSI

Pasal 26

Pelayanan Kesehatan Perempuan dan Reproduksi sebagaimana tercantum dalam Pasal 24 ditujukan kepada remaja putri, perempuan pra nikah, pra hamil, kehamilan, persalinan, masa nifas, menyusui, masa antara, dan klimakterium.

Pasal 27

1) Pelayanan kesehatan perempuan dan reproduksi sebagaimana tercantum pada Pasal 26 meliputi:
a. Penyuluhan dan konseling;
b. Pelayanan kesehatan reproduksi remaja putri;
c. Pelayanan kesehatan pra nikah;
d. Pelayanan antenatal;
e. Pertolongan pada kehamilan abnormal yang mencakup Ibu hamil dengan abortus imminens, abortus incipiens, abortus incomplete, pelayanan pasca abortus, hiperemisis gravidarum, pre-eklampsi dan anemi;
f. Pertolongan persalinan termasuk persalinan abnormal, yang mencakup letak sunsang, partus macet kepala di dasar panggul, ketuban pecah dini (KPD) tanpa infeksi, perdarahan post partum, laserasi dan atau perlukaan jalan lahir, distosia karena inersia uteri primer, post term dan pre term;
g. Pelayanan ibu nifas termasuk ibu nifas abnormal yang mencakup retensio placenta, renjatan dan infeksi ringan;
h. Penatalaksanaan laktasi;
i. Pelayanan dan pengobatan pada kelainan ginekologi yang meliputi keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan haid;
j. Pelayanan kesehatan masa antara dan klimakterium.

Pasal 28

Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan 27 berwenang untuk :
1) Memberikan imunisasi;
2) Memberikan suntikan kehamilan, persalinan dan nifas;
3) Mengeluarkan plasenta secara manual;
4) Bimbingan senam hamil;
5) Pengeluaran sisa jaringan konsepsi dengan cara digital;
6) Episiotomi;
7) Penjahitan luka episiotomi dan luka jalan lahir;
8) Amniotomi pada pembukaan hampir lengkap
9) Pemberian infus;
10) Pemberian suntikan intramuskuler uterotonika, antibiotika dan sedativa;
11) Pemberian suntikan intra vena pada kasus perdarahan dan gawat darurat maternal.
12) Kompresi bimanual;
13) Versi ekstraksi gemelli pada kelahiran bayi kedua dan seterusnya;
14) Vakum ekstraksi dengan kepala bayi di dasar panggul;
15) Penatalaksanaan anemia;
16) Manajemen laktasi;
17) Penanganan hipotermi;
18) Pemberian minum dengan sonde/pipet;
19) Pemberian obat-obat terbatas, melalui lembaran permintaan obat;
20) Pemberian surat keterangan kelahiran pada klien dan atau pasien yang ditangani
21) Pemberian surat keterangan kematian pada kasus kebidanan yang ditangani;


Paragraf 3
PELAYANAN KELUARGA BERENCANA

Pasal 29

Pelayanan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 24, Bidan berwenang untuk:
1) Pemberian obat kontrasepsi melalui oral, suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, alat kontrasepsi bawah kulit, kondom dan tablet vaginal serta tissue vaginal;
2) Melakukan komunikasi interpersonal / konseling dalam pemakaian kontrasepsi;
3) Memberikan pelayanan efek samping pemakaian kontrasepsi;
4) Melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim tanpa penyulit;
5) Melakukan pencabutan alat kontrasepsi bawah kulit tanpa penyulit.

Paragraf 4
PELAYANAN KESEHATAN BAYI DAN ANAK BALITA

Pasal 30

Pelayanan kesehatan bayi dan anak balita meliputi:
1) Pemeriksaan bayi baru lahir;
2) Perawatan tali pusat;
3) Perawatan bayi;
4) Pemberian immunisasi;
5) Deteksi dini kelainan;
6) Resusitasi pada bayi baru lahir;
7) Pemantauan tumbuh kembang anak;
8) Pemberian pengobatan pada penyakit ringan;
9) Pemberian Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) dan Konseling.

Paragraf 5
PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT

Pasal 31

Bidan dalam melakukan pelayanan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 berwenang untuk :
1) Pemberdayaan keluarga dalam peningkatan kesehatan perempuan anak dan keluarga;
2) Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak;
3) Memantau dan menstimulasi tumbuh kembang anak;
4) Membina tenaga yang bekerja dalam pelayanan kebidanan dengan kemampuan lebih rendah;
5) Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas;
a) Asuhan pada ibu hamil;
b) pertolongan persalinan;
c) Asuhan pada ibu nifas
d) Asuhan pada bayi baru lahir
e) Asuhan kesehatan reproduksi
f) kunjungan rumah bagi ibu, bayi dan anak;
g) pembinaan kesehatan keluarga;
6) Melaksanakan deteksi dini pada risiko tinggi kehamilan, gangguan gizi pada ibu dan anak, serta penyakit infeksi pada ibu, bayi dan anak;
7) Pembinaan kader kesehatan;
8) Melakukan pertolongan pertama pada kegawat-daruratan kebidanan;
9) Melaksanakan penyuluhan / pendidikan kesehatan kepada keluarga dan masyarakat tentang penyakit / infeksi menular seksual, penyalahgunaan NAPZA, HIV/AIDS
10) Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani;

Paragraf 6
KEWENANGAN LAIN

Pasal 32

1) Dalam keadaan darurat Bidan berwenang melakukan pertolongan dan pengobatan darurat selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 sampai dengan Pasal 31.

2) Pelayanan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1) ditujukan untuk penyelamatan jiwa.

Pasal 33

1) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 24 sampai dengan Pasal 31 di atas, Konsil Kebidanan dapat menetapkan kewenangan lainnya berdasarkan pertimbangan dan atau perkembangan pelayanan kebidanan.

2) Konsil Kebidanan dalam menetapkan kewenangan dan kemampuan Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat 1) harus mempertimbangkan pendidikan dan kompetensi berdasarkan kebutuhan masyarakat.

BAB V
PRAKTIK KEBIDANAN

Bagian Pertama
Surat Izin Praktik Bidan (SIPB)

Pasal 34

Setiap bidan yang melakukan praktik kebidanan di Indonesia wajib memiliki Surat Tanda Registrasi Bidan (STRB) dan dalam menjalankan praktiknya wajib mengikuti standar pelayanan kebidanan yang disahkan oleh Konsil Kebidanan Indonesia.


Pasal 35

Setiap bidan yang melakukan praktik mandiri di Indonesia wajib memiliki Surat Izin Praktik Bidan (SIPB)

Pasal 36

SIPB yang dimaksud pada pasal 35 adalah surat izin yang diberikan atas kelayakan sarana dan prasarana praktik mandiri

Pasal 37

SIPB dikeluarkan oleh Pejabat Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota dengan mencantumkan secara tegas tempat atau alamat di mana praktik mandiri diselenggarakan.

Pasal 38

1) Pejabat Kesehatan di Kabupaten atau Kota dalam mengeluarkan SIPB harus mempersyaratkan :
a. STRB yang masih berlaku;
b. Sarana dan prasarana yang dimiliki dalam penyelenggaraan praktik mandiri harus memenuhi standar yang disahkan oleh Konsil Kebidanan Indonesia.
c. Rekomendasi dari organisasi profesi.

2) SIPB masih tetap berlaku sepanjang:
a. STRB masih berlaku;
b. Lokasi praktik harus sesuai dengan yang tercantum dalam SIPB.

Pasal 39

Praktik Kebidanan dapat dilakukan secara perorangan, kelompok, dirumah bersalin, puskesmas, rumah sakit, atau pada tatanan pelayanan kesehatan lainnya.

Pasal 40

Pimpinan sarana pelayanan kesehatan hanya memperkerjakan tenaga Bidan yang mempunyai STRB

Pasal 41

Bidan warga negara asing yang akan menjalankan praktik kebidanan di Indonesia selain harus memiliki STRB juga harus memiliki surat izin kerja sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.


Bagian Kedua
Pemberian Pelayanan

Pasal 42

1) Bidan yang praktik mandiri dan telah mempunyai SIPB wajib memasang papan nama praktik Bidan;
2) Pimpinan sarana pelayanan kesehatan setempat wajib membuat daftar Bidan yang melakukan praktik kebidanan dan memiliki STRB.

Pasal 43

1) Papan praktik Bidan memuat nama, alamat tempat praktik, nomor SIPB dan waktu praktik;

2) Bidan yang berhalangan praktik dapat menunjuk Bidan lain untuk bertindak sebagai Bidan pengganti, dengan syarat yang bersangkutan telah memiliki STRB;

3) Bidan yang melakukan praktik perorangan harus mengumumkan secara tertulis di tempat praktiknya apabila menutup praktiknya lebih dari 3 (tiga) hari berturut-turut.

Pasal 44

1) Bidan dalam menyelenggarakan praktik wajib mengikuti standar praktik kebidanan yang berlaku dan telah disahkan.

2) Standar praktik kebidanan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1) disahkan oleh konsil kebidanan dan merupakan pedoman yang harus diikuti oleh setiap Bidan dalam menjalankan praktik profesinya.

Pasal 45

Bidan dalam menyelenggarakan praktik kebidanan tidak boleh memberikan janji keberhasilan atas setiap tindakan yang dilakukan.

Pasal 46

Setiap tindakan yang dilakukan Bidan, harus terlebih dahulu diinformasikan kepada klien dan atau pasiennya.

Pasal 47

Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 meliputi :
1) tindakan yang akan dilakukan;
2) manfaat tindakan Bidan;
3) kemungkinan risiko yang akan timbul;
4) alternatif tindakan lain;
5) akibat yang mungkin timbul bila tindakan tidak dilakukan.
Bagian ketiga
Hak dan Kewajiban Klien dan atau Pasien

Pasal 48

Klien dan atau pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kebidanan mempunyai hak :
1) Mendapatkan penjelasan secera lengkap tentang tindakan yang akan dilakukan
2) Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan
3) Memberikan persetujuan atas tindakan yang akan diterima.
4) Menolak sebagian atau seluruh tindakan kebidanan yang akan dilakukan.
5) Memperoleh salinan rekam asuhan kebidanan.

Pasal 49

1) Dalam hal klien dan atau pasien belum dewasa (bayi, balita dan anak), klien dan atau pasien tidak sadar/gangguan jiwa, informasi dan persetujuan atas tindakan Bidan harus memperoleh persetujuan dari keluarganya yang bertanggung jawab.

2) Apabila keluarga sebagaimana dimaksud dalam ayat 1) tidak hadir, dalam keadaan darurat tindakan Bidan dapat dilakukan tanpa persetujuan terlebih dahulu dengan sekurang-kurangnya satu orang saksi.

3) Persetujuan atas tindakan Bidan yang dimaksud diatas dapat dinyatakan secara tertulis.

4) Penolakan atas tindakan Bidan yang dimaksud diatas harus dinyatakan secara tertulis.

Pasal 50

Pengungkapan rahasia klien dan atau pasien hanya dapat dilakukan berdasarkan atas:
1) Persetujuan klien dan atau pasien atau keluarga;
2) Ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
3) Perintah hakim pada sidang pengadilan.

Pasal 51

Klien dan atau pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kebidanan mempunyai kewajiban :
1) Memberikan informasi secara lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;
2) Mematuhi nasihat dan petunjuk Bidan;
3) Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan;
4) Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.


Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban Bidan

Pasal 52

Dalam melaksanakan praktik kebidanan, Bidan mempunyai hak :
1) Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai standar profesi dan Standar Operasional Prosedur (SOP);
2) Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari klien dan atau pasien atau keluarganya;
3) Menolak permintaan klien dan atau pasien terhadap tindakan yang tidak sesuai dengan kewenangannya
4) Menerima imbalan jasa

Pasal 53

Dalam melaksanakan praktik kebidanan, Bidan mempunyai kewajiban :
1) Memberikan pelayanan kebidanan sesuai dengan standar profesi dan SOP serta kebutuhan pasien;
2) Merujuk klien dan atau pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau tindakan;
3) Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang klien dan atau pasien, bahkan setelah klien dan atau pasien tersebut meninggal dunia;
4) Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya;
5) Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kebidanan.

BAB VI
STANDAR PENDIDIKAN

Pasal 54

1) Standar pendidikan Bidan ditetapkan oleh asosiasi institusi pendidikan, kolegium dan asosiasi institusi pelayanan kebidanan bekerjasama dengan organisasi profesi;

2) Ijazah pendidikan Bidan dikeluarkan oleh institusi penyelenggara;

3) Jenjang pendidikan Bidan di Indonesia melalui jalur profesional, dan akademik;

4) Standar pendidikan berkelanjutan Bidan ditetapkan oleh Organisasi Profesi bersama Kolegium.



BAB VII
DISIPLIN BIDAN

Bagian Pertama
Pengawasan Disiplin Bidan

Pasal 55

1) Pengawasan disiplin Bidan dilaksanakan oleh organisasi profesi melalui Majelis Pertimbangan Etik Bidan (MPEB) bekerjasama dengan Konsil Kebidanan Indonesia.

2) Ketentuan lebih lanjut tentang MPEB ditetapkan oleh organisasi profesi;

3) Bidan yang dinyatakan melanggar etika profesi dapat diusulkan dikenakan sanksi sesuai dengan pelanggaran etik yang terjadi.

4) Sanksi yang diberikan dapat berupa:
a. Teguran lisan.
b. Teguran tertulis.
c. Usulan skorsing untuk sementara praktik kebidanan.
d. Penanganan pelanggaran yang lebih berat dilimpahkan kepada peradilan umum.

Bagian Kedua
Tata Cara Permintaan Pemeriksaan & Pengaduan

Pasal 56

1) Permintaan pemeriksaan diajukan oleh pemohon secara tertulis kepada MDK dalam organisasi profesi di propinsi.

2) Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1) harus dilengkapi dengan data berikut:
a. Identitas pemohon.
b. Identitas yang diadukan.
c. Tempat, tanggal & tahun kejadian.
d. Kronologis peristiwa.
e. Hal-hal yang dimohon.
f. Barang bukti.

3) Permohonan serta data sebagaimana dimaksud dalam ayat 1) dan ayat 2) harus disampaikan oleh yang bersangkutan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak kejadian.

4) Permohonan pemeriksaan dapat ditolak apabila tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1), ayat 2) dan ayat 3).

5) Permohonan yang ditolak dapat diajukan kembali setelah memenuhi ketentuan sebagaimana ayat 1) ayat 2) dan ayat 3).

6) Permohonan pemeriksaan ditetapkan kadaluarsa apabila dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari terhitung mulai 1 (satu) hari setelah kejadian, pemohon tidak melengkapi berkas perkara pengaduan.

7) Dalam hal pengaduan dapat diterima, Ketua MPEB bersama Konsil Kebidanan dapat menetapkan Tim Ad-Hoc yang ditugasi memeriksa, mempertimbangkan dan memutuskan ada tidaknya pelanggaran disiplin dan etika profesi.

8) Tim Ad-Hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat 7) sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.

9) Anggota tim Ad-Hoc terdiri dari Bidan dan wakil dari organisasi profesi terkait yang mempunyai latar belakang keahlian dan pengalaman sesuai dengan kasus yang diajukan.

10) Keanggotaan tim Ad-Hoc diangkat dari anggota MPEB dan Konsil Kebidanan Indonesia.

Bagian Ketiga
Putusan

Pasal 57

1) Putusan tim Ad-Hoc harus ditetapkan dalam rapat tertutup.

2) Keberatan terhadap keputusan tim Ad-Hoc ditingkat propinsi dapat diajukan banding ke MPEB dan Konsil Kebidanan tingkat pusat.

3) Keberatan terhadap keputusan yang dimaksud pada ayat 2) tidak menutup kemungkinan penyelesaian melalui pengadilan negeri.

BAB VIII
PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PERLINDUNGAN

Pasal 58

Pemerintah, Konsil Kebidanan Indonesia, dan Organisasi Profesi Kebidanan melakukan pembinaan, pengawasan dan perlindungan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan praktik kebidanan sesuai dengan fungsi dan tugas masing masing.

Pasal 59

Pembinaan, pengawasan dan perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dilakukan untuk :
1) Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan yang dilakukan Bidan sesuai dengan standar yang berlaku.
2) Melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan oleh Bidan.
3) Memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan Bidan.
4) Memberikan perlindungan kesehatan, kesejahteraan dan keselamatan kerja bagi Bidan

BAB IX
KETENTUAN PIDANA

Pasal 60

1) Setiap Bidan yang dengan sengaja melakukan praktik kebidanan tanpa memiliki STRBi sebagaimana dalam pasal 19 ayat 1), ayat 2), ayat 3) dan ayat 4) dipidana dengan penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 25. 000. 000,-

2) Setiap Bidan warga Negara asing yang dengan sengaja melakukan praktik kebidanan tanpa memiliki STRB sementara sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat 1), ayat 2), ayat 3), ayat 4), dan ayat 5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 100. 000. 000,-

Pasal 61

Setiap Bidan yang dengan sengaja melakukan praktik kebidanan tanpa memiliki SIPB sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 50. 000. 000,-

Pasal 62

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas Bidan, yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah Bidan yang telah memiliki STRB dan/atau SIPB, sebagaimana dimaksud dalam pasal 19, pasal 20 dan pasal 21 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 200. 000. 000,-

Pasal 63

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metoda atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah Bidan yang telah memiliki STRB atau SIPB, sebagaimana dimaksud dalam pasal 26, pasal 27, pasal 28, pasal 29, pasal 30, dan pasal 31 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 200. 000. 000,-

Pasal 64

Setiap Bidan yang dengan sengaja :
a) Tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam pasal 39 ayat 1), dan pasal 40 ayat 1)
b) Tidak membuat rekam asuhan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 ayat 1), dan ayat 2)
c) Tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 26, pasal 27, pasal 28, pasal 29, pasal 30 dan pasal 31
Diberikan teguran administratif.

Pasal 65

1) Setiap orang yang dengan sengaja mempekerjakan Bidan sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 300. 000. 000,-

2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1) dilakukan oleh korporasi, maka pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah sepertiga atau dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan izin.

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 66

Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan sepanjang yang berkaitan dengan pelaksanaan praktik kebidanan pada saat diundangkannya, undang-undang ini masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan atau belum diganti berdasarkan undang-undang ini.

Pasal 67

1) Dengan disahkannya undang-undang ini, maka Bidan yang telah memilliki Surat Izin Bidan (SIB) dianggap telah memiliki STRB;

2) SIB sebagaimana ayat 1) diatas berlaku sesuai dengan masa berlakunya.

Pasal 68

1) Dengan disahkannya undang-undang ini maka Bidan yang telah memiliki SIPB dianggap telah memiliki surat izin praktik berdasarkan undang-undang ini.

2) SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat 1) berlaku sesuai dengan masa berlakunya.


BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 69

Undang – undang ini berlaku sejak tanggal diundangkan dan penerapannya diatur dengan Peraturan Pemerintah selambat – lambatnya satu tahun sejak Undang – undang ini diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang –undang ini dengan penempatan dalam Lembaran negara Republik Indonesia.




6 komentar:

  1. terima kasih atas informasinya, bu..

    BalasHapus
  2. Sudah adakah UU Kebidanan? atau masih berupa RUU?

    BalasHapus
  3. ini uu nomor berapa dan tahun berapa?

    BalasHapus
  4. Alhamdulillah semoga bidan seluruh Indonesia bisa mematuhi nya

    BalasHapus